Tujuan PMII

Tujuan PMII
Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Kamis, 23 Desember 2010

Kekuatan Tradisi Menjadi Benteng Budaya


Kamis, 23 Desember 2010 20:09
Jakarta, NU Online
Pemahaman tradisi yang kuat yang dimiliki oleh para pendiri bangsa telah mampu menjadi benteng terhadap pengaruh luar dan menjadi tonggak dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pada masa kolonial, anak-anak muda disekolahkan ke Belanda untuk tujuan pencucian otak dan mendapatkan tenaga ahli dengan bayaran murah. Akan tetapi, ketika kembali ke Indonesia, mereka tidak menjadi antek Belanda, malah menjadi pejuang.

“Para tokoh tersebut mampu merekonstruksi ulang dan menyesuaikannya dengan kondisi Indonesia,” kata Ketua Lesbumi NU Sastro Al Ngatawi dalam Refleksi Akhir Tahun Kebudayaan Indonesia yang diselenggarakan oleh DPP PKB, Kamis (23/12).

Ini tak hanya dialami oleh para tokoh yang belajar di Barat seperti Cokroaminoto, tetapi juga tokoh yang belajar di Arab seperti Syeikh Nawawi al Bantani, Yusuf Al Makassari dan lainnya.

Situasi sekarang berbeda sekali ketika banyak intelektual yang mencopy ide dari luar, padahal Indonesia sudah memahaminya sejak lama, seperti tradisi multikulturalisme, yang diimpor dari Barat, padahal Indonesia sudah memiliki tradisi tersebut sejak seribu tahun yang lalu ketika agama yang satu dengan yang lain saling menghargai.

Situasi karut-marut di Indonesia salah satunya disebabkan antara fondasi sosial dan bangunan yang tidak seiring. “Fondasi sosial kita agraris, tradisional dan agamis, sementara kita sekarang dibangun berbasis modern, positivis dan rasional sehingga tidak klop,” terangnya.

Karena itu, untuk mengembalikan Indonesia dalam sebuah harmoni, perlu melakukan rekayasa ulang dengan berbasiskan pada tradisi serta sejarah yang ada.

Menurutnya posisi Indonesia saat ini sudah seperti cermin yang retak, untungnya masih ada Pancasila dan NKRI yang mampu menyatukannya dalam bingkai keindonesiaan.

Komitmen Negara Terhadap Petani Lemah


Kamis, 23 Desember 2010 21:14
Kediri, NU Online
Anggota Komisi III DPR RI, Eva Sundari menilai Negara tidak memiliki komitmen serius untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Padahal, sumber kemiskinan dan sumber kesejahteraan itu di pertanian. Kalau kemudian pertanian tidak diberdayakan, implikasinya kemiskinan semakin meningkat dan kesejahteraan tidak merata.

Rendahnya komitmen Negara tersirat dari sejumlah undang-undang yang tidak memihak para petani. “Ada sekitar 23 undang-undang yang berkaitan dengan pertanian justru memperkuat perusahaan-perusahaan, bukan petani gurem,” kata Eva Sundari dalam jumpa pers usai mengisi seminar bertajuk “Jagong Tani dan Deklarasi Serikat Buruh Kediri” di kompleks Aula Muktamar Lirboyo, Kediri, Kamis, 23 Desember 2010.

Bukti ketidakseriusan pemerintah dalam memberdayakan petani juga tersirat dari alokasi dana dari APBN untuk sektor pertanian. “Saat ini, dari seluruh APBN itu alokasi terbesarnya untuk industri, sementara petani hanya rangking delapan. Ya, tidak akan banyak berhasil.  Karena duit yang ditanam kurang, sehingga yang dikembalikan kepada Negara juga kurang, karena produktifitasnya rendah. Kalau ada alokasi anggaran dari APBN yang cukup, maka akan memberikan value edit balik yang cukup,” katanya kepada kontributor NU Online Chairul Anam.

Yang menyedihkan, lanjut Eva, duit yang paling sedikit alokasinya itu tempat untuk mencari hidup orang banyak. Indonesia adalah Negara agraris, tapi investasi tidak diberikan cukup bagi petani untuk penguatan pertanian, kedaulatan petani, meningkatkan daya tawar petani, itu tidak menjadi konsen utama. Negara terjebak dalam cara-cara yang instan. Negara lebih fokus kepada bagaimana mencari investasi, melayani rensiker para investor, dan mengambil uangnya.

“Jadi, pertumbuhan ekonomi itu didukung bukan karena sektor produktif, tapi lebih karena spekulan-spekulan. Di sektor-sektor yang spekulasinya tinggi. Alhasil, kenapa kemudian indeks kesejahteraan petani terus mengalami penurunan, ya karena Negara tidak adil pada petani,” kata Eva. Karena itu, ia berharap organisasi Serikat Buruh Indonesia segera mengkonsolidasikan dengan pihak-pihak terkait dan menganalisa undang-undang yang merugikan petani.

Sementara itu, Sekertaris Jendral Aliansi Petani Indonesia (API), M. Nuruddin mengatakan, sejauh ini API sudah menggelar sejumlah program penting untuk pemberdayaan pertanian. Antara lain, pendidikan dan pemberdayaan, penyelesaian konflik agraria, pengembangan teknologi tepat guna, dan pengembangan akses tani dan usaha.

Nurudin juga menyatakan akan menggandeng NU dan pesantren untuk memberdayakan petani. “Kita akan mengajak NU, pesantren, dan seluruh organisasi pertanian untuk bersatu menegakkan keadilan dan memberdayakan petani. Dengan demikian, petani diharapkan kelak petani memiliki daya tawar tinggi. Sebab, selama ini petani hanya dijadikan obyek, bukan subyek,” katanya. 

Perlu diketahui, seminar Jagong Tani dan Deklarasi Serikat Buruh Kediri, selain dihadiri Anggota DPR RI Komisi III, Eva Sundari, DPD Jawa Timur, Ir. Supartono, para petani, juga santri-santri dari pelbagai utusan pesantren.