Tujuan PMII

Tujuan PMII
Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Kamis, 29 Juli 2010

Demokrasi Indonesia dalam Paradoks

Semenjak tumbangnya rezim orde baru (orba) yang otoriter melalui perjuangan reformasi, Indonesia telah mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Indonesia bahkan disebut-sebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Memang, dilihat dari penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) negeri kita cukup berhasil untuk memilih pemimpin baik pusat maupun daerah dan wakil-wakil rakyat di parlemen sebagai penanda adanya kekuasaan rakyat.
Pertanyaannya adalah apakah dengan wujud demokrasi seperti saat ini sudah mampu membawa kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat? Kenyataannya tidak, wujud demokrasi kita saat ini selain masih saja menimbulkan berbagai masalah, juga belum dapat secara lugas menjawab permasalahan-permasalahan negeri kita, lihat saja masih banyaknya ketidakadilan sosial dalam masyarakat, adanya hegemoni kekuasaan asing dan sekelompol elit politik yang menggurita, krisis identitas bangsa, serta ketimpangan-ketimpangan produk hukum yang tidak berpihak pada rakyat banyak. Sehingga dapat dikatakan wujud demokrasi yang ada di Indonesia ini masih belum mampu menyentuh substansi demokrasi itu sendiri yaitu demokrasi politik, ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Ada suatu paradoks di sini, demokrasi yang diperjuangkan sebagai melalui reformasi sebagai sistem terbaik yang diharapkan mampu memberikan titik terang atas berbagai permasalahan bangsa ini kenyataannya sampai sekarang masih belum mampu secara lugas menjawab permasalahan-permasalahan bangsa kita.
Kita perlu berkaca apakah demokrasi kita selama ini sudah berjalan pada jalur yang tepat? Ataukah hanya sebatas euforia tanpa arah yang jelas selepas reformasi sehingga belum mampu menyentuh substansi dari demokrasi itu sendiri. untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi kita perlu mencermati fenomena-fenomena demokrasi yang terjadi di negeri kita
Pertama bila kita telisik entitas dari pemilu, sebagai simbol demokrasi adanya kuasa rakyat dalam memilih pangambil kebijakan bagi negara kelihatannya tidak ada masalah bagi Indonesia karena dengan pemilu rakyat Indonesia telah berhasil memilih pemimpinnya secara langsung mulai dari presiden hingga gubernur dan bupati, serta wakil-wakil rakyat baik pusat maupun daerah. Para elit politik yang dipilih rakyat dalam pemilu dianggap representasi rakyat yang memilihnya. Kenyataannya pemilu kita terkesan lebih menguntungkan segelintir elit politik dan golongan daripada menguntungkan rakyat. Suara rakyat sering hanya menjadi alat untuk mencapai kekuasaan oleh para elit politik pencari kekuasaan, ketika mereka mandapat kekuasaan itu rakyat yang memilihnya dan menggantungkan harapan padanya terabaikan oleh hingar bingarnya kekuasaan.
Perlu dipertanyakan juga kapasitas para elit politik yang terpilih itu untuk memperbaiki kondisi bangsa ini. Pasalnya, rakyat kita cenderung memilih calon pemimpin dan wakilnya dalam pemilu berdasarkan ketokohan dan popularitasnya, baik-buruk kapasitas sebenarnya yang dimiliki calon itu sering tertutupi oleh baik-buruknya penilaian rakyat atas penampilan luar yang kadang menipu. Sehingga tak heran jika akhir-akhir ini banyak calon kepala daerah maupun wakil rakyat yang hanya mengumbar popularitas unruk mendapat posisi-posisi yang seharusnya diisi oleh yang benar-benar memiliki kapasitas untuk dapat mengatasi masalah negeri ini yang rumit. Bahkan partai-partai kini berlomba-lomba mengajukan calon kepala daerah dan wakil rakyat dari kalangan artis yang jelas popularitasnya karena dengan itu secara instan mereka akan dengan mudah mencapai kemenangan.
Mungkin kenyataan di atas yang menyebabkan pemilu sebagai pilar demokrasi belum dapat sepenuhnya memenuhi harapan rakyat. Belum lagi kenyataan bahwa pemilu di Indonesia dari pusat hingga daerah tentu saja memakan biaya yang sangat besar, Adalah suatu ironi ketika milyaran bahkan triliyunan dana yang dikeluarkan demi menggelar pemilu sebagai syarat prosedural demokrasi namun hasilnya sering jauh dari harapan rakyat dan substansi demokrasi itu sendiri.
Tentunya pemilu hanya sebagian kecil dari demokrasi, di sisi lain fenomena-fenomena yang mencerminkan paradoks demokrasi Indonesia terus terjadi. Salah satu pilar demokrasi lainnya adalah kebebasan pers, pers kita memang sudah sangat bebas, tapi apakah sudah bertanggungjawab? Pers menjadi harapan untuk menyuarakan aspirasi rakyat di saat mandeknya aspirasi rakyat di tingkat elit politik hasil dari kegagalan proses pemilu di atas. Kenyataannya kebebasan sering disalah artikan. Atas dasar kebebasan berpendapat, fitnah dan perpecahan lebih menonjol untuk diberitakan, tujuan bersama tidak pernah tercapai jika yang ada perpecahan antar elit dan kepentingan antar golongan yang terus terjadi.
Pers diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada rakyat untuk menalar akan kebenaran realitas-realitas yang ada. Yang ada pers bagaikan menggiring aspirasi rakyat pada realitas yang dapat menguntungkan mereka dengan pemberitaan kontroversial yang lebih menarik daripada berita biasa Terkadang pada kasus tertentu segelintir pers bahkan mendasarkan pemberitaan pada kekuatan politik yang menguasai pers itu.
Ketika aspirasi rakyat tidak dapat lagi disalurkan dan disuarakan secara tepat dan bertanggungjawab demokrasi itu kembali dikatakan tereduksi substansinya. Tidak heran jika kemudian rakyat menggunakan jalur lain untuk menyuarakan pendapatnya seperti dengan aksi demonstrasi jalanan maupun dengan cara yang populer saat ini dengan facebook maupun jejaring sosial online lainnya. Meskipun cara-cara tersebut cukup dapat memberikan dorongan terhadap perubahan sosial seperti yang diinginkan, namun masih belum mampu memberikan efek seperti yang diinginkan secara langsung dalam tataran praksisnya. Kembali, inilah salah satu yang menjadi penghalang tercapainya harapan rakyat melalui wujud demokrasi yang terlaksana di negeri kita.
Gambaran di atas mungkin hanya sebagian fenomena-fenomena yang paling nampak, mencerminkan paradoks wajah demokrasi kita saat ini. Tentunya masalah-masalah demokrasi Indonesia tidak sesederhana di atas, permasalahan demokrasi kita sangat kompleks, dimana sebenarnya demokrasi secara prosedural sudah tercapai di Indonesia namun belum mampu memberikan hasil yang diinginkan dari adanya demokrasi itu. Perkembangan demokrasi yang sudah dicapai Indonesia saat ini memang perlu diapresiasi. Namun, kita juga tidak bisa menampik perlunya mengevaluasi lagi wujud demokrasi yang telah tercapai hingga saat ini. Kegagalan bentuk demokrasi saat ini dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat bisa kita simpulkan memang akibat dari demokrasi kita yang belum berjalan sesuai dengan yang semestinya. Bagaimana bentuk demokrasi yang semestinya mampu mewujudkan harapan rakyat dan sesuai dengan bangsa Indonesia tentunya kita sendiri sebagai bangsa Indonesia yang harus menemukan rumusannya sendiri seiring waktu. Waktu 12 tahun selepas reformasi bukanlah waktu yang singkat dalam upaya pencarian bentuk demokrasi yang tepat. Sudah saatnya para elit politik dan rakyat merefleksi kembali pencapaian demokrasi Indonesia agar dapat lebih dewasa dalam berdemokrasi untuk mencapai tujuan bersama kesejahteraan dan keadilan negeri ini.

Lirik lagu-lagu gerakan Mahasiswa


DARAH JUANG
Disini Negeri Kami…
Tempat Padi Terhampar…
Samuderanya Kaya Raya…
Tanah Kami Subur Tuhan…
Di Negeri Permai Ini…
Berjuta Rakyat Bersimbah Luka…
Anak Kurus Tak Sekolah…
Pemuda Desa Tak Kerja…
Mereka Dirampas Haknya…
Tergusur dan Lapar…
Bunda Relakan Darah Juang Kami…
Untuk Membebaskan Rakyat…
(Darah Juang adalah sebuah lagu perjuangan mahasiswa Indonesia yang lahir semasa zaman Reformasi yang menumbangkan Rezim Orde Baru Suharto pada tahun 1998. Ia ditulis oleh 2 orang pemimpin aktivis mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, John Sonny Tobing dan Andi Munafat. Lagu ini popular sebagai lagu yang wajib dinyanyikan dalam setiap demonstrasi mahasiswa di seluruh Indonesia)
****
P E M B E B A S A N
Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci nan mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terbebasnya masa rakyat bekerja
Terciptanya tatanan masyarakat
Demokrasi sepenuhnya
Marilah kawan, mari kita pekikkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan
****
BURUH TANI
Buruh Tani Mahasiswa Rakyat Miskin Kota…
Bersatu Padu Rebut Demokrasi…
Gegap Gempita Dalam Satu Suara…
Demokrasi Sepenuhnya…
Hari-hari Esok Adalah Milik Kita…
Terbebasnya Masyarakat Pekerja…
Terciptanya Tatanan Masyarakat…
Indonesia Baru Tanpa ORBA…
Marilah Kawan Mari Kita Songsongkan…
Ditangan Kita Tergenggam Arah Bangsa…
Marilah Kawan Mari Kita Nyanyikan…
Sebuah Lagu Tentang Pembebasan…
Di Bawah Kuasa Tirani…
Kutelusuri Garis Jalan Ini…
Berjuta Kali Turun Aksi…
Bagiku Itu Langkah Pasti…
****
DIAM
Mengapa Dia Diam, Mengapa Dia Diam…
Mengapa Semua Diam…
Lihat Penindasan, Ketidak Adilan…
Di Indonesia…
2x
Apa Perlu Kita Bangkitkan Bung Karno… (Tidak Perlu)
Apa Perlu Kita Bangkitkan Bung Hatta… (Tidak Perlu)
Apa Perlu Kita Bangkitkan Tomo… (Tidak Perlu)
Atau Kita…… Bergerak Sendiri…
****
TOTALITAS PERJUANGAN
Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan
Di persimpangan jalan
Kepada pewaris peradaban
Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Di lembar sejarah manusia
- Reff :
Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta

Berjuanglah PMII

Berjuanglah PMII Berjuang
Marilah kita bina Persatuan 2X
Hancur leburkanlah angkara murka,
perkokohlah barisan kita…siap…

Reff.
Sinar api Islam kini menyala
Tekat bulat kita membara 2X
Berjuanglah PMII Berjuang
Menegakkan lalimat Tuhan
Berjuanglah PMII Berjuang 2X
Marilah kita bina Persatuan
Hancur leburkanlah angkara murka,
perkokohlah barisan kita…siap…

Reff.
Sinar api Islam kini menyala
Tekat bulat kita membara 2X
Berjuanglah PMII Berjuang
Menegakkan kalimat Tuhan

Hymne PMII

Bersemilah, Bersemilah
Tunas PMII
Tumbuh subur, tumbuh Subur
Kader PMII
Masa depan Kita rebut
Untuk meneruskan perjuangan
Bersemilah, bersemilah
kaulah harapan bangsa
Bersemilah, Bersemilah
Tunas PMII
Tumbuh subur, tumbuh Subur
Kader PMII
Masa depan Kita rebut
Untuk meneruskan perjuangan
Bersemilah, bersemilah
kaulah harapan bangsa

Mars PMII

Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita
Pembela bangsa, penegak agama
Tangan terkepal dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya
Islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur

*Reff :
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti, ku berikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku
Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putera bangsa bebas meerdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti, ku berikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku

Pendidikan ke-NU-an, Momentum untuk Berefleksi


Pendidikan dan pengkaderan NU merupakan momentum untuk membaca ulang gerak dari seluruh aspek organisasi NU. Dalam forum pendidikan dan pengkaderan, sejarah, tokoh, pemikiran, gerakan, dan cita-cita harus direfleksikan secara menyeluruh dan obyektif.

Demikian inti sari pengantar Pendidikan dan Pengkaderan NU yang disampaikan oleh Yahya Ma’shum (8/11). Dia juga menjelaskan forum-forum kecil seperti ini lebih efektif untuk berefleksi dari pada upacara seremonial yang gegap gempita.

Dalam kesempatan itu, Yahya berpendapat bahwa forum seperti ini adalah forum inagurasi “Menjadi NU”. Yahya menjelaskan, “Menjadi NU adalah proses menyadari ‘menjadi nahdliyin’ melalui transfer ilmu pengetahuan secara utuh, kritis, dan berkesinambungan.”

“Setelah mengikuti pendidikan, Anda akan naik pangkat, dari ‘Sebagai NU’ menuju ‘Menjadi NU,” ujar Wakil Ketua PP Lakpesdam NU itu. “Sebagai NU’ adalah nahdliyin yang takdir, karena orang tuanya NU, atau karena pernah mesantren. ‘Sebagai NU adalah realitas sosial yang tidak bisa ditolak. Sementara ‘Menjadi NU’ momentum untuk menyadari ke-NU-an dalam dirinya,” kata aktifis PMII tahun 70-an ini menjelaskan.

Sementara itu, di sela-sela kesibukannya memfasilitasi forum tersebut, Helmy Ali menjelaskan bahwa pendidikan ke-NU-an ini didasari dengan kritisisme. Sehingga, hasil dari forum ini adalah kader yang berpihak, bukan kader yang militan.

“Militansi itu waton melu, asal ikut. Sementara keberpihakan adalah kesadaran untuk ikut,” terang putra matan Wakil Rois Aam, Ali Yafie. “Untuk menjadi kader NU yang berpihak, forum ini menjadikan ilmu pengetahun sebagai basis,” lanjut Helmy, aktifis NU yang dilahirkan di Pinrang, Sulawesi Selatan, 1956

Selasa, 27 Juli 2010

PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS DIRI BANGSA INDONESIA YANG MEMPUNYAI NILAI DAN MORAL YANG BAIK


Sebagai bangsa Indonesia, kita berkeyakinan bahwa pancasila yang kini menjadi dasar Negara, adalah falsafah Negara, pandangan hidup dan sebagai jiwa bangsa.
Pancasila yang menjadi dasar Negara sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan dasar dalam motivasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pancasila sebagai pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar dapat berdiri dengan kokoh.
Selain itu, pancasila sabagai identitas diri bangsa akan terus melekat pada di jiwa bangsa Indonesia. Pancasila bukan hanya di gali dari masa lampau atau di jadikan kepribadian bangsa waktu itu, tetatapi juga diidealkan sebagai kepribadian bangsa sepanjang masa.